DAM


Dam adalah bahasa Arab yang menurut bahasa berarti darah. Menurut istilah, dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih ternak unta, sapi atau kambing di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji. Setiap pelanggaran dalam haji dikenakan denda sesuai dengan jenis pelanggaran. Denda berlaku setelah satu jenis pelanggaran terjadi.


Ada tiga jenis dam dalam manasik haji, masing- masing:


1. Dam Nusuk, sesuai ketentuan manasik dam ini dikenakan pada jemaah haji yang mengerjakan haji tamattu’ atau qiran bukan karena melakukan kesalahan. Seseorang yang melaksanakan haji tamattu’ atau qiran wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing. Bila tidak sanggup melakukannya, dia wajib menggantinya dengan berpuasa 10 hari dengan ketentuan tiga hari dilakukan selama dia beribadah haji di Makkah dan tujuh hari sisanya dilakukan sesudah kembali ke Tanah Air. Bila tidak mampu berpuasa tiga hari semasa haji di Tanah Suci, dia harus melaksanakan puasa 10 hari di Tanah Air, dengan ketentuan tiga hari pertama dilakukan sebagai pengganti kewajiban berpuasa tiga hari pada waktu melaksanakan haji di Makkah, kemudian ia membuat jeda minimal empat hari, untuk kemudian berpuasa lagi  tujuh  hari sisanya sebagai kewajiban setelah tiba di Tanah Air.


2. Dam Isa’ah adalah dam yang dikenakan pada orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan karena meninggalkan salah satu wajib haji atau wajib umrah, masing-masing:

a) Tidak berihram/niat dari miqat;

b) Tidak melakukan mabit di Muzdalifah;

c) Tidak melakukan mabit di Mina;

d) Tidak melontar jamrah;

e) Tidak melakukan thawaf wada’.

Apabila melanggar salah satu wajib haji di atas, seseorang dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing.

 

3. Dam kifarat adalah dam yang dikenakan pada seseorang karena ia mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama ihram. Jenis dam kifarat sebagai berikut:


a) Melanggar larangan ihram dengan sengaja, seperti mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa bagi laki-laki, menutup muka, serta  memakai  sarung   tangan bagi perempuan. Sebagai sanksinya dari setiap jenis pelanggaran di atas boleh memilih antara:

1) Membayar dam seekor kambing;

2) Membayar fidyah, bersedekah kepada enam orang miskin masing-masing ½ sha’ (2 mud =1 ½ kg) berupa makanan pokok; atau

3) Menjalankan puasa tiga hari.


b) Melanggar larangan ihram berupa membunuh hewan buruan. Sanksinya berupa denda  menyembelih ternak yang sebanding dengan hewan yang dibunuh. Jika tidak sanggup membayar dam tersebut, dia wajib membayarnya dengan makanan pokok seharga binatang tersebut. Bila benar-benar tidak mampu, dia harus menggantinya dengan puasa, dengan perbandingan setiap hari = 1 mud makanan (¾ kg beras).


c) Melanggar larangan ihram bersetubuh dengan istri/suami, baik sebelum tahallul awwal maupun sesudah tahallul awwal. Apabila bersetubuh dengan istri/suami dilakukan sebelum tahallul awal, maka hajinya batal, diwajibkan menyelesaikan hajinya dengan tetap berlaku larangan ihram,    wajib    mengulang    haji    tahun berikutnya secara terpisah serta harus membayar kifarat seekor unta. Apabila bersetubuh dengan istri/suami dilakukan setelah tahallul awal, hajinya tidak batal dan harus membayar kifarat seekor unta. Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya dengan menyembelih seekor sapi. Bila tidak mampu, dia menggantinya dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu juga, dia harus menggantinya dengan memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram. Kalau tidak mampu juga, dia harus berpuasa dengan hitungan satu hari untuk setiap mud dari harga unta. Pendapat lain mengatakan, jika pelanggaran serupa ini dilakukan sesudah tahallul  awwal,  dam  yang  harus dia tebus hanya seekor kambing.

0 komentar:

Posting Komentar